DPR Setujui Pelaksanaan UU APBN 2011
Paripurna DPR menyetujui pertanggungjawaban UU APBN 2011, namun terdapat beberapa catatan dari beberapa Fraksi di DPR, diantaranya persoalan angka kemiskinan yang masih tinggi.
"Terkait UU APBN 2011, PPP mencatat sejumlah persoalan, meskipun makro ekonomi berjalan dengan baik, namun ada yang harus dihadapi diantaranya persoalan kemiskinan yang masih tinggi," ujar Juru bicara PPP Nu'man Abdul Hakim, di hadapan Sidang Paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Anis Matta, di Gedung Nusantara I, Selasa, (3/7).
Menurutnya, PPP mencatat anggaran untuk kemiskinan terus meningkat namun angka kemiskinan juga tidak signifikan berkurang drastis. Terkait perpajakan, jelas Nu'man, pengelolaan perpajakan masih krusial dan perlu didorong reformasi birokrasi perpajakan, dan persoalan di tingkat aparat perpajakan, dan wajib pajak.
Belanja negara, lanjutnya, pada desember 2011 mencapai 98.5 persen, ini menunjukkan masih belum optimalnya penyerapan anggaran karena itu kita harapkan penyerapan terebut dapat memberikan kontribusi dalam pertumbuhan perekonomian. "Rendahnya anggaran dan penyerapan terus berulang dimana rendah awal tahun menumpuk di akhir tahun. meski akhir tahun mencapai 98 persen ini terkesan kejar tayang," ujarnya.
Dia menambahkan, perlu disusun revitalisasi pengawasan DPR terkait pengelolaan negara untuk mencegah penyalahgunaan dan kebocoran keuangan negara.
Sementara Chusnunia Chalim (F-PKB) mengatakan,secara umum kondisi makro menunjukkan trend positif dan sesuai ekspetasinya. "artinya ada pencapaian kondisi makro. namun ada yang tidak sesuai dengan APBNP. "seperti minyak mentah Indonesia 111 US dollar/barel atau lebih tinggi dari yang ditetapkan APBN 2011 sebesar 95 US dollar/barel, sementara lifting minyak 809 ribu barel perhari lebih rendah dari yang ditargetkan 900 ribu barrel perhari," terangnya.
Anggota Fraksi Partai Gerindra Rindhoko menyayangkan pembayaran bunga obligasi rekap yang mencapai Rp. 60 Triliun dimana seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat dengan membangun infrastruktur diberbagai daerah. "Tidak tercapainya target pengurangan kemiskinan diharuskan pemerintah menjalankan program progresif, kemudian mengurangi belanja rutin dan mengalihkan kepada dana infrastruktur, pertanian dan kesehatan," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Gerindra meminta pemerintah mengurangi pembahasan rutinitas APBNP dan melakukan penjadwalan ulang sehingga mengurangi belanja yang menumpuk di akhir tahun. "Perlu ditinjau ulang menutup defisit APBN dengan utang sehingga sekarang utang sudah mencapai Rp. 2000 Triliun," ujarnya.
Miryam S Haryani (F-Hanura) mendesak pemerintah memberikan sanksi terhadap lembaga yang tidak menerapkan akuntabilitas keuangan. "Minta pemerintah melakukan perbaikan kinerja Kemendikbud selama dua tahun berturut-turut mendapat disclaimer opinion dari BPK," ujarnya.
Markus Nari dari Partai Golkar menilai penurunan lifting minyak mengakibatkan berkurangnya penerimaan negara, karena itu, perlu keseriusan pemerintah dalam pencapaian target lifting minyak dan pembenahan di lapangan. "Investasi di sektor hulu harus mendapatkan perhatian pemerintah," jelasnya. (si)/foto:iwan armanias/parle.